Selasa, 10 Desember 2013

Negeriku, Harapanku

Hari ini Aku, Aldo dan Bari akan bersiap berangkat ke Jakarta dari kota Depok. Kami adalah pecinta sepakbola tim nasional sejati, sepertinya tidak ada yang mencintai sepakbola sebagaimana kami cinta. Bagaimana tidak, sejak pagi kami telah bersiap untuk berangkat menuju Gelora Bung Karno tempat diselenggarakannya pertandingan Internasional antara Tim Nasional Indonesia dengan Tim Nasional Qatar setelah hari sebelumnya kami mengantri untuk mendapatkan tiket menonton pada hari ini. Walaupun Tim Nas sudah kalah di dua pertandingan sebelumnya, kami tetap bertekad untuk datang ke stadion untuk mendukung Tim Nas Indonesia.
“Do, bagaimana spanduk sudah siap?” kata Bari kepada Aldo.
“Belum. Gue kekurangan cat nih”
Bari adalah ketua persatuan sepakbola di lingkungan kampus kami,Aku mengenal dia sejak sekolah dasar. Bari memang menyukai sepakbola dan sering menjuarai sepakbola tingkat kecamatan se-kota Depok, Dia teman yang baik, Dia sangat suka sepakbola. Sementara Aldo adalah temanku yang ku kenal sejak sekolah menengah atas, Aldo juga suka sepakbola, dia sebenarnya lebih suka sepakbola luar negeri dari pada sepakbola dalam negeri tapi kalau urusan Tim Nas dia adalah juaranya. Bari dan Aldo jadi patner yang baik dalam hal sepakbola Tim Nas.
Ketika kami sedang menyiapkan spanduk untuk dukungan pada Tim Nas, tiba-tiba seseorang datang menegur kami.
“Hei ngapain kalian bertiga berangkat ke GBK , kemarin-kemarin kan Tim Nas udah kalah, paling hasilnya juga sama kalah juga, mending nonton dari TV hemat biaya, ga perlu ngabisin uang” celetuk ibu kost kami yang melihat kami sedang asik mempersiapkan spanduk dukungan untuk Tim Nas.
“Ah ibu bisa aja, lebih asik nonton di stadion bu, suasananya lebih terasa” kata Aldo menyakinkan Ibu Yani.
“terserah kalian lah, ibu cuma menyarankan, kalian kan masih mahasiswa uangnya sayang kalau buat nonton bola, mending buat beli buku..” kata Ibu Yani menasehati kami.
“Tenang bu, uang buku beda kok sama uang nonton” kataku kepada Ibu Yani.
Sambil menggelengkan kepala, Ibu Yani kembali melanjutkan aktifitasnya menyiapkan dagangannya setelah gagal menasehati kami yang memang sudah bertekad untuk datang ke stadion GBK Jakarta untuk mendukung Tim Nas.
“Bar, mobilnya udah siap nih. Gue udah tempel tulisan “HIDUP TIMNAS” dan pasang bendera merah putih” kataku kepada Bari.
“Ok, jadi semua sudah siap nih, kita tinggal berangkat siang ini” Kata Bari sambil melihat mobil jeep yang kami bawa untuk menuju GBK Jakarta.
Tiba-tiba Aldo mengatakan “Belum semua siap, ada yang kurang!”
“Apa yang kurang do, bendera udah, spanduk dukungan udah, apalagi?” kataku bertanya kepada Aldo yang mengambil sesuatu dari dalam tasnya.
“Ini belum dipasang” kata Aldo sambil menunjukkan kartu merah bertuliskan aksara china, “ini artinya keberuntungan, kalau kita pasang ini di mobil dan kita bawa saat menonton pertandingan Tim Nas kita akan mendapat keberuntungan” kata Aldo menjelaskan.
“Seperti orang kuno saja, pakai jimat-jimatan segala do” celetukku.
“Ini bukan sekedar jimat Mat. Kalau kita pasang ini, Tim Nas akan menang” kata Aldo yakin.
“Menang kalahnya Tim Nas dilapangan bukan karena jimatmu, tapi karena usaha mereka dan takdir Tuhan atas pertandingan ini”
“Ya sudah kalau tidak percaya, Aku akan tetap memasangnya di mobil” kata Aldo sedikit meninggikan nada bicaranya.
“Ya sudah Aku tidak mau ribut, terserah kamu itu keyakinanmu, Aku tidak akan terlalu membahasnya” kataku mencoba untuk menenangkan keadaan.
“Ah kalian ini, begituan saja dibahas” kata Bari memotong pembicaraan kami.
“Ayo kita berangkat!” lanjut Bari.
***
Aldo memasang kartu merah bertuliskan aksara china di kaca depan mobil jeep yang kami tunggangi. Mobil jeep ini milik Bari, ia sengaja mengecat mobil ini dengan warna merah putih pada semua sisinya untuk menunjukkan betapa ia cinta pada bangsa ini. Meski sebenarnya mobil jeep yang ia punya bukan buatan lokal, tapi menurut Bari setidaknya dengan mengecatnya berwarna merah putih sudah menunjukkan bahwa dia sangat cinta pada Indonesia.
Deru mesin jeepnya terdengar merdu, meski ini mobil tua yang diberikan ayahnya Bari. Mobil ini terawat dengan baik, sehingga nyaman untuk kami kendarai menuju stadion Gelora Bung Karno Jakarta. Kami bergabung dengan rombongan supoter Tim Nas yang berasal dari penjuru kota Jabodetabek. Kami bersama-sama menuju stadion GBK ada yang berjalan kaki, ada yang menggunakan sepeda, ada yang menggunakan motor, ada yang menggunakan becak, ada yang menggunakan mobil sampai menggunakan mobil bis yang dipadati puluhan orang dan belasan orang diatap mobil sambil meneriakkan yel-yel kemenangan untuk Indonesia, padahal hari masih siang namun ribuan orang telah berduyun-duyun memadati jalan di wilayah stadion GBK Jakarta.
Harapan besar memang bertumpu pada pundak Tim Nas Indonesia, masyarakat sangat haus akan prestasi Tim Nas dimata dunia, menang pada hari ini saja itu merupakan suatu kebanggaan tersendiri untuk kami para supporter yang menonton pertandingan.
Akhirnya Aku, Aldo dan Bari tiba di GBK Jakarta, setelah kami memarkirkan mobil kami bergegas menuju tempat penukaran tiket. Setelah mengantri untuk mendapatkan tiket kami bersiap bergabung dengan supoter dari penjuru tanah air, tua, muda, kaya, miskin semua bersatu di tempat itu untuk mendukung Tim Nas.
“Saudara-saudara kali ini kita akan mendukung Tim Nas untuk sekian kalinya meski Tim Nas kita sering kalah namun dihati kita Tim Nas nomer 1, kita ingin melihat Tim Nas kita berjuang dengan sekuat tenaga untuk memperoleh hasil maksimal, karena manusia hanya bisa berusaha dan Tuhanlah yang menentukan segalanya. Maka dari pada itu saya mengajak kepada rekan-rekan sekalian untuk mendoakan agar pada malam hari ini Tim Nas berhasil mengalahkan Qatar di stadion kebanggaan kita GBK Jakarta. Mari semua kita berdoa. Berdoa dimulai” pidato dari jendral lapangan supporter yang diiringi doa.
Kami semua berdoa dengan khusyuk agar malam ini Tim Nas bisa menang. “Berdoa selesai, Hidup Tim Nas!” teriak Bang Jaka sang jendral lapangan penuh semangat. Aku, Aldo dan Bari berada dipinggir barisan supporter. Kami sangat kagum dengan Bang Jaka ia mampu memimpin supporter sepakbola yang berasal dari berbagai macam kalangan. Ia mampu menciptakan atmosfer semangat untuk para supporter mendukung Tim Nas, orasinya yang menggebu-gebu dan penuh rasa juang membuat hati para supporter yang mendengarkan terhanyut dalam gelora semangat untuk mendukung Tim Nas.
Adzan asharpun berkumandang kami bersiap untuk shalat. Aku dan Bari adalah seorang muslim sementara Aldo adalah seorang penganut agama Budha. Namun kami tetap saling menghargai satu sama lain, ketika Aku dan Bari shalat, Aldo dengan ikhlas menjaga barang-barang dan peralatan supporter yang kami bawa. Aldo sudah paham bahwa kami seorang muslim punya kewajiban untuk menghadap Tuhan selama lima kali sehari dan toleransi itu ia tunjukan juga saat kami kost bersama. Kadang Aku atau Bari juga mengantar Aldo untuk beribadah di Kuil/Vihara. Kami tidak segan untuk sekedar mengantarkan teman kami menuju tempat ibadahnya, karena kami meyakini bahwa agamamu adalah agamamu dan agamaku adalah agamaku, itu cukup bagi kami.
“Do, nitip sandal gue ya, maklum sandal baru gue takut ilang kalau ditaro di mushola.” Kata Bari kepada Aldo.
“Siap Bar.” Aldo mengiyakan.
Selesai shalat kami bergegas menuju tempat antrian masuk ke dalam GBK, kami mempersiapkan tiket asli yang tadi kami ambil. Hari ini lumayan padat, penonton berdesakan untuk masuk kedalam stadion, ada yang sabar, ada juga yang tidak sabar, bahkan memaki-maki petugas karena terlalu lama mengantri. Aku dan teman-temanku sih biasa saja menanggapi hal tersebut, lamanya antrian dan panasnya matahari sudah menjadi makanan kami sejak kami memutuskan jadi supporter fanatik Tim Nas.
Setelah melalui antrian panjang dan melelahkan kami akhirnya bisa masuk ke dalam stasion GBK Jakarta, hati kami bergetar melihat puluhan ribu penonton berbaju merah memadati stadion terbesar di Indonesia ini.
Kami bergabung bersama supporter yang dikomandoi Bang Jaka, kami menyanyikan yel yel “GARUDA DI DADAKU, GARUDA KEBANGGAANKU, KUYAKIN HARI INI PASTI MENANG” sorak-sorai penonton dan letusan kembang api mewarnai pembukaan laga ini. Akhirnya laga yang kami tunggu-tunggu sudah dimulai. Tim Nas dengan kostum kebanggaannya merah putih menghadapi kesebelasan Qatar yang berkostum putih hijau. Para pemain berjajar di lapangan seraya memberikan hormat kepada para supporter yang datang, dalam beberapa detik semua hening karena akan kami semua akan mendengarkan lagu kebangsaan dari kedua Negara. Bagian ini yang sangat menyentuh bagi Aku, Aldo dan Bari, kami menyanyikan lagu Indonesia dengan hikmad. Lagu Indonesia Raya yang dinyanyikan bersama-sama oleh puluhan ribu orang membangkitkan semangat kami dan Tim Nas. Semua penonton bersorak dan bertepuk tangan.
Peluit pertandingan telah dibunyikan penonton semakin bersemangat untuk mendukung laga Tim Nas melawan Qatar. Yel-yel bersautan baik dari tribun atas ataupun bawah, semua menyatakan satu Indonesia hari ini pasti menang lagu nasional supporter sepakbola pun berkumandang “GARUDA DI DADAKU , GARUDA KEBANGGAANKU, KUYAKIN HARI INI PASTI MENANG”, riuh, gemuruh mewarnai laga Tim Nas kali ini.
***
 “Aldo, loe lihat si Bari ga?” kataku kepada Aldo yang tengah asyik memperhatikan pertandingan.
“Lah, bukannya dia tadi ada disini ya?” kata Aldo.
“Iya gua juga nyangkanya dia ada disini, ternyata udah ilang dianya” kataku sama-sama bingung kemana perginya Bari.
Kami melihat kanan-kiri kami namun tidak ada sosok yang kami cari, lalu pandangan kami tertuju pada seseorang yang megang pengeras suara di depan.
“Do, itu Bari, do” kataku semangat menunjuk seseorang didepan.
“Mana?” kata Aldo sambil mencoba membetulkan posisi kacamatanya.
“Wah iya itu Bari, Mat.. kereeen dia jadi Jendral sekarang”
Kawan-kawan semua ayo kita dukung Tim Nas kita, mari kita menyanyi bersama-sama untuk memberikan semangat kepada Tim Nas “GARUDA DI DADAKU, GARUDA KEBANGGAANKU, KUYAKIN HARI INI PASTI MENANG” teriak Bari lantang dan penuh semangat, semua supporter ikut bernyanyi begitupun Aku dan Aldo. Kami merasakan semangat yang luar biasa dari seluruh penonton yang berada di stadion ini.
Pertandingan berjalan seru kini memasuki menit-menit akhir satu gol pun belum tercipta dalam laga ini, akhirnya Indonesia mendapat kesempatan tendangan bebas di daerah dekat kotak pinalti lawan, seorang algojo Tim Nas bersiap untuk menendang bola. Ia mengangkat tangan seraya meminta dukungan dari seluruh supporter yang hadir di stadion. Kami semua bergemuruh dan berteriak untuk mendukung sang algojo dilapangan. Bola dilesakkan. Semua penonton terdiam menahan nafasnya. Dan “Gooooooollllllllllllllllllllllllllllllllllllllll….”, Bola meluncur deras menuju gawang kipper Qatar. Semua penonton berdiri dan bersorak bergembira, semua bertepuk tangan mengangkat tangan dan mengatakan “HIDUP INDONESIA!!”. Aku, Aldo dan Bari terharu, akhirnya kami bisa melihat Tim Nas menang. Kami makin yakin akan terus bertekad mendukung Tim Nas. Stadion GBK Jakarta ini jadi saksi bagaimana kekuatan sebagian rakyat bisa membangkitkan semangat sebelas pemain yang berdiri dilapangan. Di dalam stadion itu tidak peduli anda berasal darimana, beragama apa, memiliki latar pekerjaan dan pendidikan seperti apa, kaya, dan miskin semua tidak dipedulikan yang ada adalah satu dukungan untuk Tim Nasional Indonesia dan GBK Jakarta adalah salah satu tempat bersejarah yang menjadi saksi perjuangan Tim Nasional Sepakbola Indonesia meraih prestasi di kancah Internasional.
-Pb-

Hati Sang Bidadari

Perjuangan seorang wanita adalah ketika ia mampu menjaga perasaan pasangan, dirinya dan anak-anaknya juga perasaan sang mertua.

“Menantu macam apa kamu? Masak aja ga becus!”

Sudah kesekian kali Siwi dimarahi oleh Ibu mertuanya, kali ini soal masakannya, sehati-hati apapun Siwi memasak pasti ada saja yang dikritik oleh Ibu mertuanya mulai dari cara memasak, cara membersihkan dapur, hingga rasa masakan. Tidak hanya soal memasak bahkan caranya berpakaian pun jadi kritikan pedas Ibu mertuanya.

“Warna baju kamu itu enggak matching sama rok yang kamu pakai! Ganti sana!” perintah sang ibu mertua, Siwi hanya tertunduk mengikuti apa perintah sang Ibu mertua. Kalau bukan karena rasa cinta dan hormatnya kepada Haryo suaminya Siwi pasti sudah kabur dari rumah.

Memang sejak pernikahannya, sang Ibu mertua tidak menyukai Siwi, entah apa sebabnya tapi menurut isu yang beredar, semua disebabkan Siwi berasal dari keluarga tidak mampu, sementara Haryo adalah anak seorang pengusaha dan sang Ibu mertua merupakan kalangan terpandang diantara kumpulan istri-istri para pengusaha. Karena Haryo nekad melamar Siwi, Siwi menjadi bahan gunjingan di perkumpulan istri-istri pengusaha.

“Jeng, bagaimana sih, mau aja menerima menantu kayak Siwi, apa Jeng enggak takut miskin nantinya?”
Pertanyaan itu menghantui Ibu mertua Siwi, hingga akhir sang Ibu mertua hanya bisa melampiaskan kekesalannya pada Siwi.

=o0o=

Kriing!! suara telepon memecah ketegangan didalam dapur.
“Angkat tuh teleponnya!” perintah Ibu mertua kepada Siwi yang terdiam disudut dapur.

“Assalamu'alaikum” terdengar suara merdu nan menenangkan dari seberang sana.
“Wa'alaikum salam, Kak Haryo apa kabar?” Siwi tersenyum bahagia mendengar suara suaminya yang kini berada di Malaysia.

“Alhamdulillah, aku baik Dik, kamu bagaimana?”

Kakak dan Adik begitulah panggilan sayang antara keduanya, Siwi dan Haryo, Haryo memang sangat mencintai Siwi begitu juga dengan Siwi, tapi sayang Ibunya Haryo kurang suka terhadap kedudukan Siwi sebagai anak dari golongan tidak mampu.

“Alhamdulillah, aku baik-baik saja kak?” ucap Siwi kepada suaminya, Ia tidak ingin Haryo tahu kalau Ibunya berlaku tidak menyenangkan kepada Siwi, selama dalam hal wajar Siwi menerima perlakuan Ibu mertuanya.

“InsyaAlloh, minggu depan aku pulang ke Indonesia, masih ada beberapa hal yang harus aku selesaikan di Malaysia, Jaga dirimu baik-baik ya.., Oh iya aku ingin bicara dengan Ibu, bisa berikan teleponnya ke Ibu?”
“Iya, tunggu sebentar Kak”

Siwi memberikan telepon ke Ibu mertuanya, dengan tampang sinis Ibu mertuanya mengambil gagang telepon dari Siwi, ditelepon Ibu mertuanya nampak berbicara biasa saja, seperti tidak terjadi apa-apa selama ini, Siwi hanya menghela nafas panjang mendengar tawa ramah Ibu mertuanya saat menelepon anaknya.

“Mudah-mudahan suatu hari nanti, Ibu mencintaiku sama seperti mencintai anaknya” doa Siwi dalam hati.

=o0o=

Hari demi hari berlalu, sudah tiba waktunya Haryo pulang dari Malaysia.

“Mudah-mudahan dia suka oleh-oleh ini.” Haryo tersenyum dalam hati membayangkan wajah istri tercinta.

“Pak Haryo, saatnya kita berangkat ke bandara”

“Oh, iya, tunggu sebentar, aku ingin memastikan tidak ada barang yang tertinggal”

Haryo dan pegawainya menuju bandara Kuala Lumpur, Malaysia, mereka menyewa pesawat menuju Jakarta.

Sementara itu, di rumah, Siwi sedang dikurung di dalam kamar oleh Ibu mertuanya, di ruang tamu sedang ada pertemuan antara kelompok istri-istri pengusaha, Ibu mertuanya tidak mau Ibu-ibu pengusaha yang lain melihat Siwi di rumah tersebut.

“Jeng, menantumu kemana? Kok enggak ada dirumah?”

“Sedang berlibur sama suaminya ke Malaysia” jawab sang Ibu mertua seraya tersenyum dingin.

“Beruntung sekali ya, menantumu yang miskin itu, kini bisa hidup mewah bak putri raja”

Perkataan sederhana, namun cukup menyakitkan bagi sang Ibu mertua “menantumu yang miskin?” kalimat itu semakin teringang di kepala sang Ibu mertua.

=o0o=

Suara telepon berdering kencang, tak seperti biasanya, seperti akan ada kiriman kabar yang tidak menyenangkan.

“Assalamu'alaikum”

“Wa'alaikumsalam.. apa benar ini nomer telepon rumah Bapak Haryo Susanto” suara seseorang terdengar dari dalam telepon.

“Iya, benar. Ini dengan Ibunya, ada apa ya Pak?”

“Ibu, mohon ketabahannya ya.. pesawat yang ditumpangi anak Ibu tergelincir di bandara”

“Apa? Anakku kecelakaan!” tidak sempat mendengar cerita lengkapnya, sang Ibu mertua pingsan.

Siwi yang terkaget melihat Ibu mertuanya pingsan, mengambil telepon dan menanyakan kondisi Haryo

“Hallo, Pak, ini istrinya Pak Haryo, kondisi suami saya bagaimana Pak?”

“Alhamdulillah, suami Ibu selamat dari kecelakaan, cuma kaki kanannya terpaksa diamputasi karena patah terjepit di dalam pesawat.”

Siwi menahan rasa sedihnya, Ia segera bergegas menuju rumah sakit dengan diantar supir pribadi keluarga Haryo, sang Ibu mertua masih tak sadarkan diri, Siwi membawa sang Ibu mertua untuk dirawat dengan baik di rumah sakit.

=o0o=

Di rumah sakit, setelah menyerahkan perawatan sang Ibu mertua ke suster, Siwi bergegas menuju kamar tempat Haryo dirawat.

Siwi terdiam, balutan infus masih menyelimuti tubuh Haryo, darah segar meresap dibalik kain kasa dan kapas yang digunakan untuk menutupi luka.

“Kak..” ucap Siwi seraya memeluk tubuh sang suami.

“Pak Haryo sudah baikan, mungkin hanya lelah saja akibat trauma, tolong jangan buat dia stress, dia baru saja kehilangan satu kakinya, dan ia masih belum bisa berkomunikasi dengan lancar karena ada gangguan di pita suaranya” kata dokter kepada Siwi.

Siwi mengangguk pelan, mendengar pesan dari dokter.

Haryo pun terbangun, ia memeluk erat tubuh istrinya. Siwi menguraikan air mata “Alhamdulillah Kak dirimu selamat”

Haryo tersenyum. Tak ada sepatah kata yang diucapkannya.

=o0o=

Sepulang dari rumah sakit, tak henti-hentinya sang Ibu mertua menangis, melihat kondisi anaknya yang kini cacat.

Siwi mencoba menenangkan kesedihan sang Ibu mertua

“Sudah Bu, jangan menangis seperti itu,lebih baik bersyukur Kak Haryo masih selamat, ini hanya ujian dari Alloh, Bu” ucap Siwi berharap sang Ibu mertua mau mendengarkan tapi tidak seperti yang diharapkan.

“Syukur, syukur! Kamu senang ya melihat anakku cacat?”

“Astagfirullah, Ibu kok berpikiran seperti itu?”

“Sejak dari rumah sakit, dirimu tidak pernah terlihat menangis, hanya senyuman yang kamu berikan kepada Haryo anakku!”

“Bu, saya tidak ingin Kak Haryo semakin terpukul dengan kejadian yang menimpanya, Ini hanyalah ujian dari Alloh, Bu, lagi pula pesan dokter mengatakan Kak Haryo butuh banyak motivasi bukan tangisan seperti itu”

“Ah, sudah, kamu pasti bohong, senyummu hanya pura-pura, kamu pasti senang jika anakku mati hartanya akan berpindah ke tanganmu!”

Kalimat-kalimat yang diucapkan sang Ibu mertua bak halilintar di siang bolong, Siwi hanya bisa menangis pasrah, berharap suatu saat sang Ibu mertua tau bahwa ia tulus mencintai Haryo, bukan karena harta, tapi atas dasar cinta.

=o0o=

Berusaha tidak memedulikan perkataan sang Ibu mertua, Siwi dengan tekun merawat dan menemani sang suami dalam masa penyembuhannya.

Kecelakaan pesawat itu, sepertinya mengganggu kerja saraf dari Haryo, Haryo bak mayat hidup yang kehilangan satu kaki, tapi berkat Siwi kondisi Haryo berangsur-angsur membaik.

Haryo bisa lebih banyak tersenyum ketika berada di dekat Siwi.

Haryo teringat pada oleh-oleh yang ingin diberikannya kepada Siwi sepulang dari Malaysia, Ia meminta Siwi mengantarkannya menuju koper yang dibawanya saat di Malaysia.

Siwi pun mengambil koper yang diminta suaminya, untung saja dokumen penting dan koper masih bisa terselamatkan.

“Ini apa Kak?” tanya Siwi kebingungan menerima hadiah dari Haryo.

Haryo hanya tersenyum, dan memberikan isyarat “Bukalah”

Siwi pun membuka hadiah tersebut dan didapatinya baju daster untuk wanita hamil. Siwi tersenyum, mukanya memerah, Haryo pun mendekati Siwi, pelukan sayang dan mesra menemani senyum bahagia Siwi.

Sang Ibu mertua melihat kejadian itu, dan menatap dengan mata sinis, seolah masih tidak percaya kalau Siwi benar-benar tulus mencintai Haryo.

=o0o=

“Siwi, kemari!” teriak sang Ibu mertua, memecah keheningan pagi.

“Pel lantai ini!, hari ini Ibu mau kedatangan tamu!”
“Baik, Bu.. ada berapa orang Bu? Mau saya siapkan makanannya juga?”
“Oh, baguslah kalau kamu sudah tau tugasmu, Iya, siapkan makanannya tapi jangan masakan buatanmu! beli saja di warung makan, suruh Bik Inah bantuin kamu!”

“Baik Bu” Siwi mengangguk pelan.

Haryo melihat apa yang dilakukan Ibunya kepada Siwi, Haryo hanya bisa menggelengkan kepala, ternyata selama ini, Ibunya hanya menganggap sang menantu tak lebih dari seorang pembantu.

Haryo ingin Siwi tidak menuruti perintah Ibunya, namun Siwi hanya tersenyum
“Kak, aku mencintaimu konsekuensinya aku juga harus mencintai keluargamu termasuk Ibumu, bagi aku, Ibumu adalah ibuku juga, semoga dengan begini Ibu bisa tau kalau aku menyayanginya sama seperti aku menyayangimu.”

Sejak diterima menjadi menantu di keluarga Haryo, Siwi yang tak lagi memiliki ayah dan ibu, telah menganggap Ibu mertuanya sebagai Ibunya sendiri.
Walaupun sering mendapat perlakuan yang tak semestinya sebagai seorang menantu, Siwi tidak banyak mengeluh.
Keluhan hanya disampaikan kepada Sang Mendengar keluh kesah manusia, disetiap kesempatan ia berdoa untuk kesehatan Ibu mertua dan Haryo suaminya tercinta.

=o0o=

Sang Ibu mertua mulai lupa kalau anaknya Haryo masih sakit, ia kembali menjadi Ibu yang jahat bagi Siwi, kali ini ia berani menunjukan ketidaksukaannya didepan Haryo.

Sang Ibu mertua ingin menunjukkan kalau Siwi hanya mencintai harta keluarga mereka bukan dia dan Haryo. Tapi semakin sang Ibu mertua memperlakukan Siwi tidak adil, semakin besar pula rasa sayang Haryo kepada Siwi.

Suatu ketika sang Ibu mertua melihat Siwi tidur terlelap dikursi, padahal ia sangat kelelahan selepas mencuci pakaian, mengepel dan menyiapkan makanan untuk Haryo, namun sang Ibu mertua menganggap Siwi malas-malasan, kemudian dengan caci maki dan perkataan yang tidak mengenakan, lagi-lagi soal mengambil harta keluarga sang Ibu mertua menghardik Siwi.

Haryo yang mengetahui bahwa istrinya tidak bersalah, beranjak dari kursi roda dan membanting vas bunga untuk menghentikan teriakan Ibunya kepada Siwi yang terdiam menerima perlakuan sang Ibu mertua.

“Cukup!” kata pertama yang dikeluarkan Haryo semenjak kecelakaan pesawat.

“Kalau Ibu tidak suka dengan Siwi kami akan pindah!” dengan terbata-bata Haryo mencurahkan emosinya kepada sang Ibu.

Sang Ibu terdiam, tidak disangka anaknya berani menentangnya, pertama kali dalam hidupnya, sang anak membuatnya tersakiti.

“Kak, sudahlah! Maksud ibu baik agar aku lebih rajin bekerja” ucap Siwi mencoba meredam emosi sang suami.

=o0o=

Semenjak ditinggalkan sang suami, Ibunya Haryo hanya dapat memendam kesedihan, cemoohan dari lingkungan sekitar karena ia menerima menantu dari keluarga miskin seakan menurunkan citranya dikalangan ibu-ibu pengusaha.

“Bu, biar pun Siwi berasal dari golongan tidak mampu, tapi aku tidak pernah melihat dia dari situ, aku mencintai dia karena akhlak dan kebaikannya, selama ini Siwi mencoba bersabar menerima perlakuan tidak menyenangkan dari Ibu, tapi Ibu tidak pernah mengerti” kata Haryo seraya menahan sakit.

“Kecurigaan Ibu kepada Siwi dan terlalu mudahnya Ibu terhasut omongan orang yang menyebabkan hati Ibu terkunci” ucap Haryo.

Sang Ibu tertegun menatap wajah anaknya. Air matanya mulai menetes.

“Bu, berikanlah kesempatan kepada Siwi untuk berbakti pada Ibu dengan posisinya sebagai menantu, terimalah ia, Bu” pinta Haryo seraya memeluk Ibunya.

“Bu, maafkan jika aku banyak salah selama ini padamu, aku akan berusaha menjadi menantumu yang baik” ucap Siwi yang juga ikut memeluk sang Ibu mertua.

Sang Ibu mertua menangis dan memeluk keduanya. Kesabaran Siwi menerima perlakuan sang mertua membuat sang mertua sadar bahwa ia telah salah memperlakukan menantunya.

“Nak, semoga cucuku mengenalku sebagai nenek yang baik” ucap sang Ibu mertua.

Siwi dan Haryo tersenyum mendengar perkataan sang Ibu mertua.

-Pb-



Senin, 09 Desember 2013

Hikmah dari Tukang Bengkel

Hujan begitu lebatnya, saat itu saya sedang dalam perjalanan menuju rumah setelah pulang dari aktivitas di kampus. Sejak pagi saya memang merasakan ada yang aneh dengan motor saya, kondisi remnya sudah parah. Saat perjalanan pulang itu, tiba-tiba ada mobil mengerem di depan saya, saya seketika kaget, dan mengerem dengan tambahan "rem kaki". Alhamdulillah saya masih lolos dari tabrakan dari belakang, saat itu saya putuskan untuk berjalan pelan-pelan saja sekitar 20-30 km/jam saja, biar waktu lama yang penting segera selamat sampai rumah.

Ternyata walau sudah mengurangi kecepatan resiko tetap saja terjadi, kali ini saya menghadapi kemacetan di daerah Parung, motor saya sesekali menyenggol pengendara di depan saya, dan itu membuat saya tidak enak hati dengan mereka. Tidaklah sempat saya bilang rem motor saya bermasalah, orang yang saya tabrak sudah merengut lebih dahulu jadilah saya terdiam dan hanya bisa meminta maaf.

Karena sudah dalam kondisi darurat maka saya putuskan untuk menepi dan mencari bengkel motor yang masih buka, oh iya saat itu hujannya selepas ashar, menjelang magrib. Akhirnya saya dapatkan bengkel motor kecil yang masih buka sore ini. 

Tukang bengkelnya masih muda sekitar 30 tahunan dan dari sapaannya diawal masuk bengkel saya mengira orangnya berperangai agak kasar. Entah kenapa saya selalu membayangkan pekerjaan tukang bengkel adalah pekerjaan yang kasar dan berat. Orang tersebut mempersilakan saya duduk, karena diluar memang hujan deras.

Orang tersebut menanyakan apa yang dikeluhkan dari motor saya, saya jawab saja rem depan yang paling parah. Kemudian ia langsung memeriksa keadaan rem depan, dan sepertinya ia langsung mengetahui penyebabnya terlihat dari senyumnya saat memegang rem depan motor. 

Oli remnya habis ternyata, saya yang tidak ngeh awalnya mengira kabelnya putus (plakk) ternyata oli remnya yang habis dan membuat remnya tidak berfungsi dengan baik. Sayangnya dibengkel tersebut tidak ada oli rem, makanya si tukang bengkel itu langsung mengambil sebotol oli baru yang dimasukkan sedikit ke dalam tabung oli rem. Karena kondisinya parah dia menyarankan sementara pakai ini dulu baru setelah sampai rumah dengan selamat segera cari bengkel yang masih buka esok paginya supaya diganti dengan oli rem baru.

Setelah mengecek rem depan kemudian ia mengecek rem belakang, yang ternyata kondisinya sama parahnya. Kemudian ia ambil peralatan bengkel untuk membuka rem belakang, sepertinya ada masalah dengan bagian dalam remnya.

Ternyata waktu sudah memasuki magrib, terdengar saut adzan dari kejauhan. Saya yang merasa tanggung menunggu motor saya dibengkel memutuskan untuk menunggu sejenak sampai pekerjaan bengkel itu kelar. Sampai ketika adzan selesai, si tukang bengkel itu berkata "Mas, muslim? Mau shalat?" dengan agak malu dan kaget saya berkata "Iya, boleh apa ada tempat sholatnya?" , Orang itu langsung menunjukkan kamar dibelakang yang masih ada hamparan sajadah, walau kecil namun sangat layak dan bersih untuk tempat shalat, padahal dari luar bengkel itu terlihat kumuh, karena ceceran oli dan onderdil motor bertebaran dimana-mana. 

Saya biasanya tidak menemukan bengkel seperti ini, biasanya tukang bengkel kecil pinggir jalan selalu menyelesaikan dulu pekerjaannya, tanpa menawarkan shalat kepada saya yang saat itu sedang terjebak mau cari masjid dulu atau menunggu dulu sampai motornya kelar diperbaiki. 

Alhamdulillah saya masih bisa shalat tepat waktu, walau tidak di masjid karena kondisinya masjid berada agak jauh dari bengkel, setelah selesai shalat, selesai pula lah motor saya diperbaiki. Saya merasa tertegur dengan kejadian diatas, seharusnya saya yang berinisiatif untuk bertanya ada tempat shalat dekat sini gak, sehingga saya bisa segera melaksanakan shalat tidak menundanya.

-Pb-

Kamis, 28 November 2013

Rindu Ayah

Setiap malam aku selalu terbangun. Sejak setahun lalu, tidurku tidak selalu nyenyak. Aku terbangun membayangkan ada Ayah disampingku.
Dulu, setiap malam, sepulang kerja ayah menyempatkan diri bercanda denganku. Meski sibuk, Ayah selalu meluangkan waktunya setiap malam untukku. Ayah menemaniku mengerjakan pekerjaan rumah setiap malam. Kadang kalau sedang ada siaran sepakbola ayah mengajakku menonton, meski tidak sampai larut malam. Yang tidak akan aku lupa, Ayah selalu menyempatkan diri bercerita kepadaku menjelang tidur. Aku rindu cerita-cerita ayah.
Setiap akhir pekan, ayah selalu mengajak aku dan Ibu makan malam di luar rumah. Akhir pekan adalah hari yang menyenangkan dalam hidupku. Setiap menjelang akhir pekan, aku selalu tidak sabar. Aku pulang sekolah lebih cepat, karena memang setiap akhir pekan aku cuma sekolah setengah hari. Ayah selalu menanyakan kepadaku, mau pergi kemana malam ini. Setiap tempat yang aku sebutkan selalu coba ayah turuti, asalkan jaraknya tidak terlalu jauh dengan rumahku.
Pernah suatu ketika aku meminta ayah untuk mengajak kami jalan-jalan saat safari malam, karena memang sudah lama kami tidak ke taman safari. Ayah kemudian segera menelepon saudara kami yang ada di Bogor, untuk mempersiapkan tempat menginap kami di sana. Kami berangkat menuju taman safari, melihat hewan-hewan pada malam hari. Aku tersenyum sepanjang perjalanan.
Bagiku ayah adalah sosok yang hebat, ayah sangat sayang kepadaku dan Ibu. Ditengah kesibukannya ayah selalu meluangkan waktu yang ia punya untuk kami. Aku tidak marah ayah sibuk bekerja pada siang hari, karena aku selalu punya waktu dengan ayah pada malam hari. Kadang aku kasihan dengan ayah, pernah aku melihat wajah ayah begitu lelah, namun ayah tidak pernah mengeluh di depan kami. Ayah selalu tersenyum di depanku.
Aku tidak pernah dimarahi ayah tanpa sebab. Ayah hanya marah kalau aku malas belajar, tapi aku tau itu demi kebaikanku di masa depan. Jadi, aku selalu menurut kalau ayah menyuruhku belajar dan pergi les. Lagipula, aku tidak ingin ayah dan ibu kecewa. Aku selalu berusaha belajar dengan giat agar ayah dan ibu bangga denganku.
Waktu itu aku mendapatkan juara kelas, ayah tersenyum bangga kepadaku. Ayah membelikanku mainan yang aku suka. Buat aku mainan bukan yang utama, tapi senyum bangga ayah yang ingin aku lihat.
Aku selalu sedih mengingat kenangan bersama ayah. Kenangan itu tidak akan pernah aku lupa. Kini ayah sudah tiada. Ayah meninggal karena kecelakaan saat pulang kerja. Kata Ibu mobil ayah ditabrak oleh pengendara yang ugal-ugalan.
Sebelum dikubur, aku sempat memeluk dan melihat wajah ayah. Ayah seperti tertidur pulas dan tersenyum saat itu. Menurutku ayah tidak meninggal, ayah hanya ingin tidur. Ayah seharian sudah lelah bekerja, mungkin ini waktunya ayah tidur.
Kata Ibu, aku harus mencontoh ayahku, menjadi orang yang baik dan bertanggung jawab. Sayang dengan keluarga dan anaknya.
Seminggu sejak ayah meninggal aku sakit-sakitan, aku malas pergi sekolah dan keluar rumah. Aku selalu memeluk foto ayah, di foto itu aku dan ayah sedang memakai baju bola kesukaan kami. Dengan memeluk foto ayah, aku selalu merasa ayah dekat denganku.
Ketika sakit, Ibu mengkhawatirkan kesehatanku. Aku tidak mau makan, hingga badanku kurus. Ibu selalu membujukku untuk makan, namun aku hanya makan sedikit. Aku merindukan ayah.
Aku menangis setiap malam. Setiap aku menangis, Ibu selalu ada untuk mengusap air mataku. Aku memeluk Ibu. Aku bilang kepada ibu, aku rindu ayah. Ibu juga bilang kepadaku, ia juga sangat merindukan ayah.
Tapi Ibu selalu bilang saat aku menangis, ayah tidak suka melihat keluarganya bersedih. Ayah ingin melihat kami tersenyum. Kalau kami sedih, ayah juga akan sedih. Kata Ibu kalau aku kangen ayah, lebih baik aku mendoakan ayah.
Aku teringat pesan ayah, kalau anak yang baik adalah anak yang rajin ibadahnya. Kemudian aku berusaha untuk tidak menangis, kalau aku rindu ayah, aku akan mendoakannya.
Aku ingin ayah bahagia disana. Aku ingin agar Tuhan menjaga ayah disana.
Kini setiap akhir pekan aku selalu mengunjungi makam ayah. Aku mendoakan ayah agar bahagia. Aku tidak ingin membuat ayah menangis disana. Dalam hatiku, aku berjanji, aku akan menjadi penerus ayah. Kelak jika sudah besar nanti, akulah yang harus merawat Ibu. Aku yang akan menjadi kebanggaan bagi keluarga kami.
Aku juga ingin menjadi ayah yang baik kelak, ayah yang selalu meluangkan waktunya untuk keluarganya. Ayah yang selalu tersenyum di depan kami, meski ia kadang juga lelah.
Tuhan kini sudah memanggil ayah, menjaganya dan membuatkan tempat terbaik untuk ayah.
Kata Ibu selama aku menjadi anak yang baik, Tuhan akan selalu menjaga ayah. Ayah pasti bisa tidur nyenyak disana.
Setelah sakit cukup lama, aku mulai kembali sekolah. Aku kembali menjalankan kegiatan seperti biasa. Kadang aku suka sedih kalau melihat temanku dijemput oleh ayahnya. Aku selalu teringat ayah, selalu bahagia saat ayah bisa menjemput aku untuk pulang sekolah, walau kemudian ia harus segera kembali ke kantor.
Kini di rumah hanya ada aku dan Ibu. Meski begitu, aku juga tidak ingin melihat Ibu semakin sedih. Aku sayang ayah dan juga sayang Ibu. Mereka berdua adalah orang paling berharga dalam hidupku. Ayah pasti ingin aku menjaga Ibu. Aku tidak ingin membuat Ibu sedih, sama seperti aku tidak ingin melihat ayah sedih.
Setahun berlalu, aku melihat foto ayah, aku dan Ibu terpasang di dinding kamarku. Senyum ayah di dalam foto selalu berhasil membuatku senang sekaligus rindu. Melihat foto ayah membuat aku lebih semangat.
Setiap mengerjakan tugas atau pekerjaan rumah, aku selalu meletakkan foto ayah di meja belajarku. Aku merasa ayah hadir dan mengawasiku saat aku belajar. Saat aku merasa malas, aku langsung teringat bagaimana ayah memarahiku dan menyemangatiku untuk belajar giat. Ayah tidak ingin melihat anaknya menjadi anak yang pemalas. Kata ayah, kalau mau jadi orang sukses kita harus jadi orang yang rajin.
Nilai tugas dan ujianku selalu bagus, itu karena ayah selalu menyemangati untuk belajar setiap malam. Pernah suatu ketika aku mendapatkan nilai yang tidak bagus, ayah tidak marah, ayah hanya meminta aku meletakkan nilai itu di depan meja belajar dan menjadikan nilai itu sebagai motivasi agar aku tidak mengulangi lagi. Dan sejak itu aku selalu mengingatnya untuk berusaha lagi.
Dalam cerita-ceritanya sebelum tidur, ayah selalu ingin anaknya menjadi anak yang sukses kelak, yang bisa membanggakan keluarga dan bisa bermanfaat bagi orang banyak. Ayah selalu mengajarkan saat aku mendapatkan nilai bagus, aku harus menyisihkan uang jajanku untuk diberikan kepada orang miskin. Menurut ayah, doa-doa baik dari orang lain akan membuat kita semakin sukses.
Kenangan-kenangan itulah yang membuat aku tidak akan pernah lupa dengan sosok ayah. Ayah akan selalu menjadi orang spesial dihatiku. Tidak ada yang bisa menggantikan sosok baiknya di hatiku. Ayah menjadi inspirasi dan semangatku dalam menjalani hidup.
Aku ingin kelak ayah dan ibu bangga melihatku menjadi orang sukses dan bermanfaat bagi orang banyak.

Oleh: Pekik Bayumukti Utomo (No. Peserta 154)

NB : Untuk membaca karya peserta lain silahkan menuju akun Fiksiana Community
Silahkan bergabung di group FB Fiksiana Community

Sumber: Kompasiana

Raja Tomcat versus Pangeran Semut


Oleh: Pekik Bayumukti Utomo [No. 154]

Ini kisah dipedalaman hutan jawa. Disana terdapat dua buah kerajaan besar. Bukan kerajaan singa atau harimau. Tapi kerajaan dari makhluk yang dianggap kecil oleh manusia. Di sana berdiri kerajaan Tomcat dan Kerajaan Semut. Kedua kerajaan tersebut saling bersaing untuk menguasai hutan jawa.
Bahkan sekelompok harimau pun tidak sanggup melawan kedua kerajaan tersebut. Hewan-hewan yang berniat merusak kerajaan itu pasti akan lari terbirit-birit karena dikeroyok oleh ribuan pasukan tomcat dan semut.
Kerajaan tomcat dipimpin oleh seorang raja yang tambun dan gendut. Dia makhluk yang rakus, selalu mengambil makanan dari makhluk disekitarnya. Raja tomcat memiliki seribu pasukan yang siap mengawalnya saat berperang.
Suatu ketika ada keluarga kumbang yang sedang berjalan ditengah hutan membawa makanan menuju sarangnya. Mereka tampak bahagia karena hari itu mereka dapat mengumpulkan banyak makanan. Sayang hari itu bukan hari keberuntungan mereka. Mereka melalui jalan yang dilewati raja tomcat dan pasukannya. Raja tomcat melihat makanan yang dibawa oleh keluarga kumbang itu. Kemudian raja tomcat memerintahkan anak buahnya untuk merebut makanan yang dibawa keluarga kumbang. Ayah kumbang memohon kepada raja tomcat agar mereka disisakan sedikit makanan untuk hari ini, karena sudah lama mereka belum makan. Keluarga kumbang bersusah payah mengumpulkan makanan itu dengan menembus hutan belantara.
Namun, raja tomcat tidak peduli, sang raja yang jahat ini tetap memerintahkan anak buahnya membawa semua makanan yang dibawa oleh keluarga kumbang. Keluarga kumbang menangis. Raja tomcat tertawa terbahak-bahak.
Tiba-tiba ada serangan busur panah dari arah ilalang, tidak diketahui siapa yang melemparnya. Busur panah itu jumlahnya ratusan, membuat pasukan raja tomcat lari kocar-kacir. Raja tomcat panik. Ia memerintahkan pasukannya untuk mencari siapa yang melempar panah-panah itu. Ditengah kepanikan raja tomcat dan pasukannya, keluarga kumbang diselamatkan oleh makhluk yang muncul dari ilalang. Makhluk tersebut mengambil makanan yang berjatuhan di tanah, sambil menggiring keluarga kumbang menjauh dari pasukan raja tomcat.
Keluarga kumbang ketakutan, takut kalau mereka akan diculik atau mungkin dibunuh. Kemudian makhluk-makhluk dari ilalang itu menyapa keluarga kumbang dengan ramah, ternyata mereka adalah pangeran semut dan kawan-kawannya. Mereka kebetulan sedang latihan memanah di hutan. Melihat kehadiran pangeran semut. Ayah kumbang merasa bersyukur. Ia berterima kasih kepada pangeran semut karena telah menyelamatkan keluarga mereka dari gangguan raja tomcat dan pasukannya. Untungnya masih ada sisa makanan yang bisa mereka bawa menuju sarangnya.
Ayah kumbang menawarkan sedikit makanan yang mereka bawa kepada pangeran semut dan kawannya, namun pangeran menolak dengan ramah. Pangeran semut hanya ingin membantu keluarga kumbang yang kesusahan tanpa mengharapkan imbalan.
Ditempat lain, raja tomcat masih heran siapa yang melepar panah-panah tersebut dihutan. Kemudian salah satu pasukan raja tomcat menemukan busur yang terjatuh di dalam hutan, busur itu ia bawa untuk diserahkan ke raja tomcat. Busur itu ternyata milik kerajaan semut. Seketika raut wajah raja tomcat merah padam. Ia sangat marah dan berniat untuk menyerbu kerajaan semut. Raja tomcat segera mengumpulkan pasukannya. Ia memerintahkan pasukannya untuk menyerang kerajaan semut.
Pangeran semut dan kawan-kawannya tidak menyadari rencana raja tomcat untuk menyerang kerajaan semut.
Pangeran semut seusai menolong keluarga kumbang dan mengantarkan mereka selamat menuju sarangnya, bergegas pulang menuju kerajaan semut. Hari saat itu sudah mulai malam. Pangeran semut pulang dengan pakaian lusuh. Pangeran semut naik ke atas pucuk pohon, ia bersiul seakan memanggil sesuatu. Dari kejauhan datanglah capung kerajaan yang dijadikan kendaraan pangeran semut untuk menuju kerajaan semut.
Raja semut dan Ibu ratu semut khawatir anaknya (Pangeran semut) belum pulang hingga larut malam. Hampir saja raja semut memerintahkan para pasukannya untuk mencari pangeran, tapi pangeran semut sudah masuk ke dalam istana kerajaan sambil mengendarai capung. Raja semut marah kepada pangeran semut, ia khawatir anaknya ditangkap oleh pasukan raja tomcat.
Pangeran semut tidak menceritakan apa yang ia alami hari ini, pangeran khawatir kalau ayahnya tau ia baru saja bertemu raja tomcat dan pasukannya, ayahnya pasti akan lebih marah. Pangeran semut hanya terdiam mendengar ayahnya berbicara dan segera masuk ke kamarnya.
Dikamar yang dibangun dari dinding-dinding tanah, pangeran semut meletakkan busur panahnya di dinding kamarnya. Pangeran semut menuju tempat tidurnya. Ia kemudian berbaring dan memejamkan mata sejenak, karena lelah selepas latihan memanah hari ini.
Pangeran semut bermimpi, dalam mimpinya ayah dan ibunya diculik oleh raja tomcat. Pangeran semut berusaha menyelamatkan ayah dan ibunya, namun tidak bisa. Kerajaan semut sudah dikepung oleh pasukan raja tomcat. Raja tomcat dan pasukannya menghancurkan kerajaan semut. Seketika pangeran semut terbangun dari tidurnya. Ia lega hal itu hanyalah mimpi, tidak terbayang kalau ia kehilangan ayah dan ibunya.
Hari-hari berlanjut seperti biasa di kerajaan semut. Pangeran semut berjalan berkeliling menuju pemukiman rakyat semut. Disana ada sekolah yang mengajarkan anak-anak semut untuk menjadi pasukan yang gagah berani atau pekerja yang punya semangat kerjakeras. Pangeran semut melatih anak-anak semut yang berniat menjadi pasukan di kerajaan semut, ia mengajarkan teknik menghadapi musuh kepada anak-anak semut yang bersekolah disana. Anak-anak semut sangat antusias menerima pelajaran yang diberikan oleh Pangeran semut. Banyak anak-anak semut yang bercita-cita ingin sehebat pangeran semut. Pangeran semut tersenyum dan mengatakan kepada anak-anak semut bahwa mereka bisa menjadi apa yang mereka mau, jika mereka yakin dan selalu berusaha sungguh-sungguh.
Sepulang dari melatih anak-anak semut. Pangeran semut menuju tempat latihan memanah ditengah hutan bersama kawan-kawannya.
Tanpa diketahui pangeran ataupun raja semut, raja tomcat dan pasukannya sejak semalam sudah bergerak menuju kerajaan semut. Jumlah pasukannya sangat banyak, jumlahnya ribuan. Bahkan harimau yang lewat pun lari terbirit-birit karena melihat banyaknya pasukan raja tomcat. Pohon-pohon yang menghalangi jalan mereka menuju kerajaan semut dihancurkan dengan cairan kimia dari dalam tubuh pasukan raja tomcat. Penghuni hutan berlarian menghindar.
Pangeran semut yang sedang berlatih tidak menyadari bahwa pasukan raja tomcat dan pasukannya hampir  mendekati kerajaan semut. Kemudian dari arah langit terlihat capung kerajaan semut dengan kecepatan tinggi terbang menuju tempat latihan pangeran semut. Capung kerajaan memberitahukan bahwa raja tomcat dan pasukannya bergerak mendekati kerajaan semut. Pangeran semut kaget, kemudian bergegas naik ke punggung capung kerajaan.
Pangeran semut dan capung kerajaan terbang menuju istana kerajaan semut. Sesampainya di istana, tiba-tiba ada leparan batu besar menghantam istana kerajaan semut. Rakyat semut panik. Pangeran semut segera menyiagakan pasukan kerajaan semut. Pasukan semut memanggil seluruh capung kerajaan semut. Melalui udara pasukan semut bersiap melawan pasukan raja tomcat.
Raja tomcat memerintahkan pasukannya untuk melempar batu dan cairan kimia menuju kerajaan semut. Kepanikan terjadi, rakyat semut berlarian keluar dari sarangnya. Sarang-sarang semut hancur berantakan karena serangan pasukan raja tomcat.
Pangeran semut memimpin pasukan semut menyerang pasukan raja tomcat. Dengan serangan busur panah pasukan raja tomcat dipukul mundur. Raja tomcat memerintahkan pasukannya untuk bertahan. Emosi dan dendam sudah menguasai raja tomcat. Pasukan raja tomcat kembali menyerang kerajaan semut. Terjadilah pertarungan besar antara pasukan raja tomcat dan pasukan semut.
Pangeran semut melihat kerajaan semut diserang kemudian marah. Ia memerintahkan pasukan semut untuk memanah pasukan raja tomcat. Tiba-tiba sebuah batu tepat mengenai capung kerajaan yang dikendarai pangeran semut. Pangeran semut terjatuh. Ia kemudian mengambil pedang istana untuk melawan pasukan raja tomcat. Sayang raja tomcat terlihat lebih tangguh dan siap daripada pasukan semut.
Kemudian dari langit datanglah segerombolan kumbang besar. Ternyata itu adalah pasukan yang dibawa oleh keluarga kumbang. Mereka melemparkan batu-batu besar ke arah pasukan raja tomcat, pasukan raja tomcat berlarian. Mereka panic karena serangan dari pasukan kumbang. Kini pasukan raja tomcat harus menghadapi dua pasukan besar, pasukan semut dan pasukan kumbang. Raja tomcat ketakutan, ia kemudian lari keluar dari barisan pasukannya. Melihat raja tomcat yang kabur, pangeran semut memerintahkan pasukan semut untuk mengejar dan menangkap raja tomcat. Akhirnya raja tomcat berhasil ditangkap oleh pasukan semut. Pasukan raja tomcat yang kalah jumlah kemudian menyerah, raja tomcat pun akhirnya dikurung di penjara kerajaaan semut.
Pasukan raja tomcat memohon ampun kepada pangeran semut agar mereka tidak dipenjara. Pangeran semut pun melepaskan mereka, dengan janji bahwa mereka tidak akan mengganggu makhluk hidup lain. Pasukan raja tomcat terharu akan kebaikan pangeran semut, mereka berjanji tidak akan seperti raja mereka yang serakah dan pemarah. Mereka akan menjadi makhluk yang bermanfaat bagi lingkungan disekitarnya.
Pangeran semut juga mengucapkan terima kasih atas bantuan pasukan kumbang yang datang membantu kerajaan mereka saat ditimpa kesulitan. Akhirnya kehidupan di hutan kembali damai dan kini para penghuni hutan saling membantu jika salah satu diantara mereka ditimpa kesulitan.
SEKIAN
-Pb-

NB : Untuk membaca karya peserta lain silahkan menuju akun Fiksiana Community
Silahkan bergabung di group FB Fiksiana Community

Sumber: Kompasiana

Badu dan Badi

Rajin dan Fokus
Oleh: Pekik Bayumukti Utomo (No. Peserta 154)

Ada dua sahabat Badu dan Badi. Keduanya bersahabat sejak sekolah di TK. Badu dan Badi selalu berangkat dan pulang sekolah bersama. Di sekolah Badu dan Badi juga duduk satu meja. Badu orangnya periang dan suka mencoba hal baru. Sedangkan Badi orangnya kutubuku dan  lebih pendiam. Namun mereka sahabat yang terlihat serasi. Mereka punya kesukaan yang sama, bermain bola.
Rumah Badu dan Badi pun tidak terlalu jauh. Mereka tinggal di satu komplek yang sama. Kalau ada tugas sekolah mereka sering mengerjakannya bersama. Badi membantu Badu menyelesaikan tugasnya. Badu sangat senang dibantu oleh Badi. Badu jadi lebih mengerti soal pelajaran di sekolah. Saat bermain bola, Badi diajari oleh Badu. Badu memang pandai bermain bola. Badi ingin bisa pandai bermain bola.
Suatu hari sekolah mereka kedatangan  murid baru. Kata guru murid ini adalah pindahan dari sekolah lain. Namanya Anto. Anto terlihat aktif dan mudah bergaul. Anto duduk disebelah Badu. Badu sangat senang berkenalan dengan Anto. Karena Anto orangnya bersemangat. Anto juga suka dan jago bermain sepakbola sama seperti Badu.
Badu pun mulai akrab dengan Anto. Sayang Anto punya kebiasaan buruk, senang bermain tapi tidak suka belajar. Seusai pulang sekolah Badu sering diajak Anto main bola. Badu sangat senang sekali bisa bermain bola sepulang sekolah. Badu pun kini lebih banyak bermain.
Badu kini lebih suka bermain dengan Anto. Badu lupa belajar.
Badi merasa sedih karena Badu jarang bermain dengannya. Di sekolah pun Badu lebih banyak ngobrol dengan Anto. Badi mengadu pada Ibunya. Badi menceritakan pada Ibu bahwa ia kini jarang bermain dengan Badu.
Ibu merasa iba dengan Badi. Ibu memberikan semangat kepada Badi. Kata Ibu, Badi harus jadi orang pintar, orang pintar pasti banyak temannya kelak. Badi mengikuti kata Ibu. Badi pun tidak bersedih lagi saat tidak diajak main oleh Badu. Badi pun kini lebih banyak belajar.
Ibu Guru mengumumkan bahwa minggu depan akan ada ujian. Anak-anak diminta untuk lebih banyak belajar daripada bermain. Namun, Anto dan Badu malah ngobrol saat guru bicara. Jadinya, Anto dan Badu dihukum berdiri di depan kelas.
Sepulang sekolah Badi mengajak Badu untuk belajar bersama. Namun, Badu menolak karena ia sudah janji dengan Anto untuk bermain bola. Badi agak kecewa, namun ia ingat pesan Ibu agar jangan bersedih. Badi pun segera pulang ke rumahnya untuk belajar. Sedangkan Badu bersama Anto asik bermain.
Hampir setiap hari Anto dan Badu bermain bola. Badu sering dimarahi oleh Ibu Bapaknya,Karena Badu lebih banyak bermainnya ketimbang belajar namun Badu tetap bandel. Ia tetap bermain bola dengan Anto, meski sebentar lagi ada ujian.
Akhirnya waktu ujianpun tiba. Anto dan Badu terlihat lelah. Mereka mengerjakan ujian sambil main-main. Badi heran melihat Anto dan Badu yang masih bermain saat ujian. Badi ingat pesan Ibu, kalau belajar kita pasti akan sukses ujian. Badi mengerjakan ujian dengan serius dan tekun. Bel berbunyi, waktu ujian sudah selesai. Anto dan Budi bergegas menuju lapangan sepakbola untuk bermain bola. Badi segera pulang ke rumah untuk beristirahat.
Keesokan harinya, Ibu guru mengumumkan hasil ujian. Badi mendapatkan nilai tertinggi di kelas. Badi pun sangat senang. Kerjakerasnya untuk belajar tidak sia-sia. Sementara Anto dan Badu mendapatkan nilai terendah. Mereka diminta untuk mengulang ujiannya karena nilainya tidak bagus.
Bu guru memanggil Anto dan Badu ke ruang kepala sekolah. Bu guru bertanya kepada Anto dan Badu kenapa mereka malas belajar. Anto berkata bahwa mereka lebih suka bermain bola ketimbang belajar di sekolah. Ibu guru pun menggeleng-gelengkan kepala. Ibu guru menasehati keduanya, bermain memang menyenangkan tapi belajar juga jangan ditinggalkan. Belajar akan bermanfaat untuk kehidupan kita kelak.
Ibu guru pun memutuskan untuk memanggil orang tua Anto dan Badu. Mereka diajak berdiskusi bersama. Anto dan Badu terlihat memperhatikan percakapan mereka. Anto dan Badu dinilai malas belajar, tapi mereka punya minat dan bakat dalam sepakbola. Anto dan Badu pun ditanya oleh Ibu guru mereka lebih suka belajar atau bermain bola. Anto dan Badu sepakat menjawab lebih suka bermain bola.
Dengan bijaksana, Ibu guru menyarankan agar Anto dan Badu dipindahkan ke sekolah khusus sepakbola, agar bakat mereka dapat diasah dengan baik. Orangtua Anto dan Badu menerima saran tersebut. Mereka akhirnya memindahkan Anto dan Badu ke sekolah sepakbola. Anto dan Badu lebih semangat belajarnya, karena kini mereka belajar apa yang mereka sukai yaitu bermain bola.
Suatu hari sekolah bola mereka mengikuti kejuaraan sepakbola se-nasional. Anto dan Badu masuk tim utama. Karena bakat mereka dan rajinnya mereka belajar bola, mereka menjadi juara. Orang tua Anto da Badu pun bangga kepada anak mereka. Mereka berharap suatu saat anak mereka bisa masuk tim nasional dan membawa nama harum bangsa.
Badi sahabat Badu sejak kecil mendoakan sahabatnya sukses menjadi pemain sepakbola, begitupun Badu mendoakan Badi sahabatnya menjadi orang pintar yang berguna kelak.

NB : Untuk membaca karya peserta lain silahkan menuju akun Fiksiana Community
Silahkan bergabung di group FB Fiksiana Community

Sumber: Kompasiana 

Rabu, 24 April 2013

Kupastikan patah hati itu ada di tong sampah!


“Kupastikan patah hati itu ada di tong sampah!”
Aku udah bete banget sama yang namanya cinta, cinta cuma bikin aku patah hati.  Habis cinta begitu sukanya mengumbar janji. Dia bilang akan setia sehidup semati, ternyata akhirnya seperti ini “putus”.
Aku pacaran sama cinta sejak sebulan yang lalu. Cinta duluan yang nembak aku. Waktu itu aku lagi makan tahu di kantin sekolahku. Cinta perlahan mendekatiku. Aku kebingungan sambil melirik ke kanan dan ke kiri, tak ada orang di sampingku. Cinta mau ketemu aku? Batinku.
“Ip, kamu mau gak jadi pacar aku?”
“Hah, pacar?” mulutku menganga lebar, tak menyangka cewek secantik cinta bilang begitu sama aku.
“Ini teh serius?” tanyaku ragu.
Yang ditanya hanya mengangguk kemudian tersenyum manis padaku.
Jantungku terasa berdegup kencang, tahu yang aku makan serasa daging steak wagyu.
***
Jadilah aku jadian sama cinta. Aku tak tahu pasti apa yang membuat cinta mau jadi pacarku, katanya sih aku orang pinter yang baik hati. Yang aku tahu kini tiap pulang sekolah aku punya jadwal rutin belajar bareng cinta.
“Cinta, kamu kok mau sih jadi pacar aku?”
Cinta menatap wajahku yang malu-malu saat bertanya “Kamu itu orangnya baik dan polos, jadi aku mau jadi pacar kamu”
Cuma itu? Tanyaku dalam hati.
“Selain baik kamu juga pinter, aku suka kamu deh pokoknya”
Kata-katanya membuatku serasa melayang sambil tidur-tiduran di atas awan. Aku gak bakal ragu lagi, dia suka banget sama aku.
***
Di tiap kesempatan aku selalu berduaan dengan cinta, makan di kantin berdua, pergi ke perpustakaan berdua. Bahkan semenjak jadian aku duduk sebangku dengan cinta. Aku sangat terpesona dengan cinta sampai-sampai aku menirukan semua gayanya. Aku beli tas yang warna, bentuk dan merknya sama kayak yang dipakai cinta. Aku beli buku tulis yang covernya sama kayak cinta. Semua serba cinta. Dalam hatiku seperti tertulis nama cinta, Cinta love you forever.
Cinta selalu tersenyum manis di depanku, kulihat tak ada raut muka sedih dalam dirinya. Aku sepertinya sangat yakin bahwa cinta benar-benar mencintaiku.
***
Pagi ini tak seperti pagi di hari sebelumnya, cinta tidak duduk bersamaku, ia pindah duduk di bangku belakang sendirian. Aku ingin menemaninya, katanya tidak. “Aku lagi ingin sendiri” pintanya kepadaku. Aku coba mengerti mungkin dia butuh waktu sendiri dulu.
Pelajaran berlangsung aku menengok ke arah belakang, cinta hanya fokus menatap buku pelajaran matematika yang dibawanya. Aku mencoba mengirimkan pesan sms ke hapenya.
Aku ingin ngobrol sama kamu di taman sekolah seusai pelajaran.
Cinta menjawab oke..
***
Aku membeli es krim untuk dimakan bersama cinta dibawah taman sekolah. Aku menunggu datangnya cinta ke tempat itu, tadi melalui sms kami janjian di sana. Aku menunggu cinta cukup lama, sampai es krim yang aku beli mencair karena teriknya matahari hari ini.
Aku mencari cinta ke dalam kelas, ia tidak ada. Aku mencarinya di perpustakaan, ia tidak ada. Ternyata aku menemukan cinta di kantin.
“Cinta, katanya mau makan es krim di taman sekolah? Kok malah duduk disini?”
Cinta diam saja, seakan tidak mendengar suaraku. Aku mencoba duduk lebih dekat dengannya. Wajahku kini bertatapan dengan wajahnya.
“Cinta, kamu kenapa?. Sakit ya?. Kok muka kamu pucat?”
Cinta memandang lesu ke arahku. “Hubungan kita harus berakhir sampai disini”
“Loh, kenapa? Aku ada salah ya sama kamu?”
“Gak ada lagi yang bayar aku, tugasku udah selesai” cinta menjawab pertanyaanku yang membuatku semakin bingung.
“Maksudnya?”
Cinta terdiam sejenak dan menghela nafas.
“Kamu sadar gak sedang dipermainkan?”
“Permainan apa?”
“Aku taruhan sama Toni, kalau aku bisa menjadi pacarmu selama sebulan aku bakal dapat hadiah uang 5 juta”
“Toni? Taruhan?” aku mencoba memahami apa yang sedang terjadi.
“Kamu gak ngerti ya, biar Toni aja yang jelasin. Aku malas!”
Cinta kemudian pergi dari hadapanku. Dalam hati aku masih bertanya apa sebenarnya yang terjadi.
Sebulan lalu di kantin ini cinta datang kepadaku sambil tersenyum manis kepadaku, dan hari ini tepat sebulan aku jadian sama cinta dia pergi meninggalkanku.
***
 Ternyata Toni lah biang keladi dari semua ini, Toni anak konglomerat memang terkenal sebagai anak yang jahil di sekolah. Tapi aku tidak menyangka kejahilannya kali ini sangat kejam bagi perasaanku.
Aku menatap Toni dengan perasaan kesal di hati, tapi aku terlalu takut untuk melampiaskan amarahku. Aku hanya bisa memendam perasaanku.
Aku tidak menyalahkan cinta, cinta hanya korban. Aku baru tahu bahwa Ibu cinta sedang sakit dan butuh biaya besar untuk mengobati penyakitnya. Uang dari Toni cukup membantu meringankan biaya obat sang Ibu dan Ayahnya bisa memakai sebagian uang itu untuk berdagang.
Entah apa yang pernah aku perbuat sampai-sampai Toni tega melakukan hal ini kepadaku dan menjadikan cinta sebagai tumbalnya.
***
“Cinta aku benaran suka sama kamu” kataku dihadapan cinta.
Cinta melotot ke arahku.
“Kamu gak ngerti apa? Aku cuma pura-pura suka sama kamu!”
“Lagian siapa juga yang mau mencintai cowok jerawatan, kurus kering, miskin kayak kamu”
Kata-kata itu terasa menyakitkan, tapi perasaan cinta di dalam hati menetralisirnya.